Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Monday, October 15, 2012

Dewi Asrama

http://www.hdwallpapersdepot.com/wp-content/uploads/2012/07/Minimalistc_Black_and_White.jpg
Minggu pertama pagi ini aku kembali melepaskan tawaku setelah tidak ada lagi lumut yang menempel pada dinding-dinding lantai putih tubuhku. Tubuhku seakan sejuk oleh air jernih yang mengisi setiap sudut yang ada pada diri ini. Hatiku bernafas lega, bernyanyi-nyanyi, bersiul, seakan belum cukup untuk menggambarkan kegembiraanku disetiap minggu pertama.
Tekadang tubuh ini takut, ditengah – tengah kegembiraan yang kurasa, terselip ingatan pahit yang mesti akan melandaku di minggu teakhir. Aku tak tahu mesti berbuat apa dikala ini datang, Hanya lemas yang aku terima dan sepi tiada kata. Lumut busuk menghiasi sudut-sudut tubuhku, keruh air yang sangat menusuk membuat sesak tak berdaya, licin dan licin yang terasa.
            Akulah dewi, saat ini aku 16 tahun sejak aku dibangun. Tidak ada satupun orang yang tahu akan nama ini dan jarang sekali orang yang menghiraukan diri ini. Aku tahu, ku memang tak pantas mempunyai teman, aku sadar dengan keadaanku, Aku hanyalah benda yang hanya diam, tidak pernah pergi apalagi beranjak dari spot yang memang tertanam untuk diriku dan memaksaku untuk diam membisu. Bentukku memang…. Hanyalah sebuah kubus yang mempunyai lubang persegi dan terisi oleh air yang sering disebut tampungan air mandi orang, tapi aku memiliki hati yang terkandung perasaan, cinta, amarah, dan ingatan akan pengalaman sejak aku terbentuk di sini, Dan aku bisa melihat seperti yang lain.
            Aku membisu di asrama pelajar sekolah, tempat yang penuh akan manusia-manusia hidup dan bisa dikatakan berakal. Tempat tepatku berada di lantai paling bawah gedung laki-laki dari empat lantai yang ada, bagian belakang pojok kanan yang sempit, dimana terdapat satu lampu neon yang menerangiku dan menemaniku saat gelap menghampiri. Di tengah tubuh yang terisi air, ada gayung berwarna biru yang selalu mengapung diatas permukaan airku. Walaupun dia hanya diam, aku tetap senang akan keberadaannya. Tiga puluh centi diatasku ada kran tua yang setiap pagi dan malam mengisi ku dengan air bersih. Tak pernah telat adalah sanjungan yang pas yang pasti aku berikan kepadanya, Dia tidak pernah telat memberiku pasokan, dan dialah yang membuatku mempunyai makna dan fungsi.
~****~
            Hari ini kran tua baru saja selesai mengisi penuh tubuhku, seraya melayang oleh jernihnya air yang mengisiku. Puas aku rasa jika keadaan bersih, tapi jarang sekali hal ini aku rasakan. Hampir setiap harinya aku melihat seluruh bocah laki-laki yang ada dalam asrama ini, hanya kebencian yang sering aku rasa ketika pertanggung jawaban seakan tak pernah digubris sedikit pun oleh mereka-mereka yang goblok boleh aku bilang. “Apakah ini yang disebut anak asrama, apakah ini yang disebut anak berpendidikan?” muak setiap hari yang aku rasa, kebersihan jarang sekali terjadi, hanyalah Pak OB yang mungkin peduli akan keberadaan ku dan Raud si bocah itu.
            Cpak…Cpak…Cpak.. “sepertinya aku tidak asing dengan langkah kaki ini”. Perasaanku berkata mungkin itu si Raud, “mungkin dia mau mandi atau sekedar melihat keadaanku”. Entah kenapa dadaku terbuka selapang-lapangnya jika dia menghampiriku. Jika dia disini aku sering teringat pertama kalinya dia membersihkanku, setahun yang lalu tepatnya, dimana aku sudah penat akan keruhnya air dan tempelan lumut, dan dialah yang rela tanpa bantuan siapapun membuatku terbebas tempelan samsara ini.
            “Ngieggk..”. Ternyata benar si Raud dengan membawa sebungkus deterjen dan ember hijau kecil yang kulihat berisi beberapa pakaian dan seragam sekolahnya, dengan memakai baju salah satu club sepak bola ternama di negara barat. Dia membuka pintu kamar mandi ini yang tadinya hampir tertutup dan masuklah di hadapan ku. Mungkin Jika aku bisa didengarnya aku akan menyapanya dan mengucapkan terima kasih atas perhatianmu selama ini. “alhmdulillah airnya bersih, dan tak ada lumut yang menempel.” Kata Raud. Baru kali ini dia mengatakan itu, dan sepatah kalimat yang baru saja diucap olenya membuatku berdebar dan tersanjung luar biasa, itu seperti kalimat pujian yang tulus dari gua hati yang paling dalam.
            Kulihat kali ini dia hanya akan mencuci pakaiannya saja. Dia mengambil gayung yang terapung diatas air tampunganku. Dia menggayung airnya dan dia menyiramkannya kepada  beberapa pakainnya. Tiba-tiba dia berkata, “aduh handuk dan sabunku ketinggalan di atas!”. Rupanya dia lupa membawa handuknya, “mungkin dia akan mandi juga, kulihat dia akan mengambil handuk dan sabunnya.” Kataku. Si Raud berlari keluar dengan langkah kaki yang terdengar mencipratkan air pada ubin depan kamar mandi yang basah.
~****~
            Raud, adalah anak yang berhati cahaya, dia baik dan terlihat melakukan apapun dengan ikhlas, terbukti dengan perbuatannya yang ditujukan kepadaku saat dia tidak pernah iri membersihkan tubuhku. Padahal kamar mandi ini milik umum dan yang menggunakannya hampir seluruh anak disini. Tapi dia yang lebih memperhatikanku dan aku sering menyandang dia sebagai perawat hati ini. Ketika dia datang dan melihat keadaan ku yang kotor, dia langsung membuka penutup air yang ada pada depan bagian tubuhku yang kotak dan menguras seluruh air yang ku tampung. Dia mengambil sikat kamar mandi, dan pembesih yang ada pada ember merah depan pintu kamar mandi, yang biasanya digunakan pak OB untuk membersihkan aku juga dengan asrama ini.
            Jika dia sudah bertindak seperti ini, dia pasti akan membersihkan ku dari segala kekotoran yang ada, tentunya berbagai kotoran ini timbul dari penghuni asrama yang tidak tau malu. Dia akan mengelupas seluruh lumut yang ada pada dinding tubuhku termasuk sudut-sudut tubuh ini dengan sikat yang dipegannya dengan tangan kanan dan pembersih pada tangan kirinya. Bahkan pernah setengah hari penuh dia merelakan harinya demi kebersihan ku.
            Sering kali dia berperilaku sabar, aku pernah melihatnya mengambil bungkus kresek yang terletak pada dinding badanku dan dia membuangnya, padahal bungus itu dari anak lain semenit sebelum si Raud masuk di kamar mandi ini. Dan yang paling parah aku pernah melihat dia diolok temannya babu asrama karena perbuatannya membersihkanku. Itulah yang cukup membuatku tertegun atas sifat hatinya yang bercahaya integritas tinggi.
            Kadang aku membandingkan dia dengan anak laki-laki lain asrama ini berdasarkan fisik nya, jika berdasarkan sifatnya sudah tentu dia yang terbaik dan luar biasa pastinya. Dari fisiknya dia tak begitu tinggi dan dan tak juga dibilang pendek, dia tak gemuk tapi bisa dikatakan tembem, Rambutnya memang kelihatan seperti anak nakal, dimana model rambut semi mowhak adalah style rambut yang dipilih untuk gaya rambutnya yang sekarang ini. Dan jika aku menilai wajahnya aku sering tersenyum dalam hati karena memang begitulah wajah yang dikatakan rupawan itu.
~****~
            Cpak..cpak..cpak.. terdengar langkahnya menandakan Raud kembali setelah mengambil handuk dan sabunnya. Dan masuklah lagi kedalam kamar mandi sembari menyampirkan handuknya di atas kusen kamar mandi. Dia memutar kran yang ada di atasku dan mengisiku dengan air. Yang membuatku terngangah saat dia membuka bajunya dan bertelanjang dada. Aku berkata,” mungkin jika aku manusia aku tidak akan bisa menahan nafsu ku, dan untung aku hanya sebuah benda..” aku hanya terngangah dan memperhatikan gerak yang ia perbuat.
            Aku berkata,”Raud..Raud.. apakah kau mendengarku.. hai Raud.. Rauuuudddd…!”. Dia hanya meneruskan kegiatannya tanpa sedikitpun memperhatikanku, mengkucek, dan berusaha menghilangkan noda baju sambil bersiul-siul yang hanya ia lakukan pada saat itu. Aku sedikit kesal terhadap diriku sendiri, seraya berkata,”mengapa aku hanya sebuah tampungan air kamar mandi, mengapa aku hanya benda?”.
Aku sejenak menghentikan ocehan dari omonganku yang terdengar bisu ditelinga Raud, karena aku melihatnya berhenti memainkan siulannya yang merdu. Aku berfikir apakah suara ku terdengar olehnya sehingga dia berhenti dan diam, Aku takut jika dia mendengar suaraku dan mungkin dia akan lari terbirit-birit oleh ku. Ternyata dia tertegun kepada celana abu-abu seragam sekolahnya. Lega yang kurasa, kukira suara yang bisu ini bisa terdengar olehnya. Pada saat itu aku memperhatikannya mengambil sebuah foto yang diambil dari kantong celana abu-abunya.
Raud tersenyum, raut wajahnya terlihat sumingrah saat dia termangu terhadap foto yang tidak disengaja olehnya tercuci, bersama dengan celana abu-abu seragamnya. Aku pun menghentikan rasa takutku sebelumnya dan kuganti dengan rasa penasaran yang menggebu-nggebu. Aku berusaha melihat apa yang sebenarnya tergambar pada foto yang dipegang anak bertelanjang dada ini. “Raud.. kasih tau aku dong.. apa sih yang lucu? Apa sih yang menarik kok kamu senyum-senyum sendiri?” kataku pada saat itu. Aku kesulitan mengintipnya, dia berada didepanku tapi aku di samping sisinya sehingga aku sulit melihat apa yang ada pada foto itu.
“Heh Raud.. kamu kog pelit banget sih..”, Aku memohon. Saat yang aku tunggu tiba, dia menaruhnya diatas tubuhku. Tapi sayang foto itu menghadap kearah langit-langit kamar mandi, tentu saja itu sama dengan aku melihat belakangnya saja. Tetapi kesabaranku membuahkan hasil, keuntungan untuk melihat gambar foto ini datang menghampiriku, ketika air yang dinyalakan Raud hampir mengisi penuh lubang tubuh ku. Semenit kemudian harapanku terpenuhi, air dalam lubang tubuhku meluber. Keringanan kertas foto membuatnya mengambang diatas permukaan air.
Foto yang tadinya membuatku penasaran kini dapat terlihat oleh lirikan tajam mataku. Aku memandang dalam-dalam gambar yang terlukis dalam foto itu, ternyata hanyalah pahit yang kudapat. Aku kaget,”anak perempuan..!!”. Aku tak menyangka dengan hanya sebuah foto aku bisa terpengaruh dengan begitu hebatnya. Lelaki telanjang dada dihadapanku yang asik dengan cuciannya membuatku geram atas apa yang telah dibuatnya senyum. Aku tak menghiraukan diriku lagi, entah aku hanya seonggok tampungan air, atau apalah, tapi dengan sebab ini aku tersakiti.
~****~
Wiuw..wiuuww..wiiuuww.. kegeramanku ku terhenyak setelah aku dan begitu juga Raud mendengar deringan sirine asrama. Baru pertama kali aku mendengar suara gaduh ini sejak aku dilahirkan diasrama ini, bahkan aku tak tahu maksud dari deringan bunyi ini. Aku melihat raut wajah Raud yang begitu kaget terngangah dengan mulut rupawannya yang membuka setengah. Di waktu yang sama aku melihat kepulan asap yang tebal keabu-abuan memasuki area kamar mandi juga spot ku berada.
http://www.hdwallpapersdepot.com/wp-content/uploads/2012/07/Flames-from-Fire.jpg“astaghfirulloh.. ada apa ini?” ucap Raud. “ Ya Allah! Kebakaran”. Sahut Raud lagi. Rasa benciku kepada Raud berubah menjadi ketukatan seakan aku ingin bergerak dan ikut lari bersama Raud. “ Tolong.. Raud.. tolong..tolooong..!” ucapku yang tak terdengar oleh si Raud. Aku melihat Raud bertindak segera dengan mengambil salah dari satu pakaian cuciannya dan menutupkannya pada lubang hidungnya. Kusempatkan juga melihat asap yang mengepul hitam mengisi kamar mandi yang semakin pekat. Aku tak berdaya.
Raud sudah pergi semenit lalu dan kuyakin dia selamat. Aku sendiri disini semakin bingung, kudengar kobaran api menyambar tembok pingir kamar mandi. “lhap..ctaaarr” lampu neon yang hanya satu, mati dan pecah dengan sendirinya akibat tak kuat menahan panasnya api yang sudah mnyambarnya. “Broook..” kudengar bongkahan kayu yang mungkin rapuh termakan kobaran api jatuh, dan menimbukan ketakutanku semakin menjadi-jadi.
Disaat ketakutanku berkobar mengiringi kobaran api yang mengitariku, terselip dalam pikiranku wajah seorang Raud yang baru saja aku benci. Aku teringat akan kebaikanya, begitu banyak sekali yang ia lakukan kepadaku walau dia tak mengetahui ku. Belum aku membalasnya, tapi aku sudah membencinya. Aku menangis pun tiada guna. Aku hanya bisa berdoa kepada yang kuasa agar dia mendapat balasan yang pantas atas semua kebaikannya.
“Bruukk..!!” “auwww”.. jeritku yang begitu keras. Aku tertimpa plafon atap kamar mandi yang jatuh akibat terlalap api. Tubuh bagian atas kananku tertima dan membuat retak. Takut, sesak, lemas, yang aku rasa pada saat itu.  Aku seakan akan berakhir pada minggu pertama yang seharusnya indah. Dan benar nafasku terasa tersengal-sengal. Tubuhku bertambah parah setelah kobaran api berada pas ada disampingku. Air yang sebelumnya penuh dalam tengah tubuhku, sekarang berkurang cepat akibat tubuh ini sudah berlubang.
Aku hanya bisa mengenang Raud, dan berharap dia akan melakukan hal yang sama kepada tampungan lain jika aku sudah tiada. Aku tak menghiraukan ketakutanku, aku tersenyum dan melupakan kebencianku kepada Raud si rupawan. Aku tetap tersenyum walau aku meneteskan air mata dan kobaran api telah merusakku. Aku tidak mungkin berlari dan jeritanku tidak mungkin didengar siapapun. Aku lemas, aku buram, aku penat dari pada minggu terakhir. Dan aku diberi kekuatan mengucapkan sebuah kalimat terakhir. “aku Dewii.. padamu... Rauudd..”~
~****~





Akhmad Fatkhur Rokhman

Malang, 
15 Oktober 2012

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates